Kelompok masyarakat menengah ke bawah, yang memiliki porsi pendapatan terbesar untuk konsumsi kebutuhan pokok, akan merasakan dampaknya secara langsung.
Untuk setiap Rp 100.000 yang mereka belanjakan, kenaikan PPN sebesar 1 persen mungkin terlihat kecil di atas kertas. Namun dalam kenyataannya, tambahan biaya itu mengurangi kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan lain, seperti pendidikan, kesehatan, atau bahkan tabungan.
Lebih jauh, pelemahan daya beli tidak hanya memengaruhi individu, tetapi juga dinamika ekonomi secara keseluruhan.
Ketika konsumen mulai mengurangi pembelian, siklus konsumsi melambat, dan efeknya merambat ke sektor lain.
Dengan kata lain, kenaikan PPN ini, jika tidak ditangani dengan hati-hati, bisa menciptakan perlambatan ekonomi yang signifikan.
Bagi dunia bisnis, terutama UMKM, kenaikan PPN menghadirkan dilema besar. Sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia, UMKM yang bergantung pada pasar domestik akan terkena dampak langsung dari melemahnya daya beli konsumen.
Pengusaha kecil menghadapi pilihan sulit: menaikkan harga barang untuk menyesuaikan dengan tarif pajak baru atau mempertahankan harga demi menjaga pelanggan, tetapi menekan margin keuntungan mereka.
Perlambatan ini bisa menjadi bola salju bagi sektor lain. Ketika UMKM tertekan, dampaknya akan dirasakan pada tingkat produksi, lapangan kerja, dan bahkan investasi.
Tidak hanya itu, sektor formal yang lebih besar, seperti ritel modern dan manufaktur, juga akan terkena dampaknya karena melemahnya permintaan pasar.
Dalam kondisi ketidakpastian ekonomi global dan inflasi yang mulai meningkat, kebijakan ini seperti menambah beban yang tidak diperlukan.
Selain itu, kenaikan PPN dapat menciptakan masalah dalam daya saing bisnis. Barang-barang lokal yang lebih mahal akan menghadapi tantangan dalam bersaing dengan produk impor yang lebih murah.
Akibatnya, kebijakan yang dimaksudkan untuk memperkuat pendapatan negara malah berpotensi melemahkan sektor ekonomi domestik.
Kenaikan PPN memang menjadi salah satu langkah yang diambil pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara. Namun, kebijakan ini perlu diterapkan dengan penuh kehati-hatian, terutama mengingat kondisi ekonomi yang masih rapuh pascapandemi.
Saat daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih dan sektor bisnis masih berjuang untuk bangkit, kebijakan ini berisiko memperburuk situasi jika tidak diimbangi dengan langkah-langkah strategis memitigasi dampaknya.
Beberapa pendekatan alternatif dapat menjadi solusi agar kenaikan pajak ini tidak membebani kelompok rentan dan sektor usaha kecil, sekaligus tetap menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Langkah pertama yang sangat penting adalah memberikan pengecualian PPN untuk barang dan jasa esensial.
Pemerintah harus mengidentifikasi kebutuhan dasar seperti bahan pangan, layanan kesehatan, dan pendidikan sebagai kategori yang dibebaskan dari PPN.
Dengan demikian, masyarakat yang berada di lapisan menengah ke bawah tidak akan terlalu terbebani oleh kenaikan harga akibat kebijakan ini.